Senin, 11 April 2011

Satu Nama Banyak Rupa



PROPOLIS BISA DIBELI ONLINE DI www.binmuhsingroup.com
Referensi utama My Healthy Life Trio Herbal; Jakarta: Trubus Swadaya, 2010.
paket TRIO HERBAL Bin Muhsin Bisa dibeli secara online di www.binmuhsingroup.com
HUBUNGI :HP: 085227044550 Tlp: 021-91913103 SMS ONLY: 081213143797
@MyYM @MyFacebook @MyTwitter @MyYuwie @MyFriendster
binmuhsin_group@yahoo.co.id
===

Sebutlah nama lanceng. Sebagian besar warga Lawang, Malang, Jawa Timur, pasti mengenalnya. Namun,   kalau disebutkan di Indonesia ada sekitar 37 spesies lanceng, niscaya mereka akan terbelalak.



Lanceng identik dengan lebah penghasil ‘madu khusus’ yang dipercaya bisa meningkatkan gairah seksual.  Padahal manfaatnya banyak. Di Malang, Jawa Timur, pekebun salak memanfaatkan lebah itu sebagai polinator.  Itu seperti yang dilakukan pekebun stroberi di Jepang. Hasilnya, produktivitas stroberi naik 15% karena tingkat fruitset - bunga jadi buah - lebih tinggi.

Serangga berukuran 3 - 8 mm itu sejatinya begitu dekat dengan kehidupan manusia.  Lanceng mudah ditemukan di ruas-ruas batang bambu kering dan batang pohon berlubang, celah-celah batu, serta plafon rumah. Mereka tersebar di seluruh tanahair dan negara-negara di Asia seperti Filipina, Malaysia, Thailand, Vietnam, hingga India.  Hanya saja karena sosok kecil dan nilai ekonominya belum tergali maksimal, banyak yang tak acuh jenisnya beragam.

[B]150 jenis[/B]

Padahal, lanceng hanyalah salah satu sebutan untuk lebah yang tidak bersengat yaitu trigona.  Di dunia tercatat ada 150-an jenis trigona.  Berdasarkan uraian The American Museum of Natural History, Indonesia paling tidak mempunyai 37 spesies yang terdapat  di Jawa  9 spesies, Sumatera (18), Kalimantan (31), dan Sulawesi (2).  Jumlah itu kemungkinan bisa lebih banyak lagi, karena setiap daerah memiliki spesies berbeda.  ‘Banyak juga yang mungkin belum sempat teridentifikasi tapi telanjur punah,’ tutur Gregori Garnadi Hambali, pakar botani yang hobi memelihara trigona.

Dr Soesilowati, ahli lebah, mantan peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, menuturkan hasil eksplorasi lebih baru menunjukkan di Sumatera kini ditemukan 26 spesies trigona dan Sulawesi 6 spesies.  Angka 37 spesies dalam buletin museum Amerika itu lebih tinggi dibanding Malaysia yang memiliki 29 spesies, Filipina (6), Taiwan (1), Vietnam (8), Thailand (20), Birma (9), dan  India (3).

Spesies yang sebarannya paling luas adalah Trigona iridipennis sinonim dengan Trigona laeviceps. Disusul spesies lainnya: T. apicalis, T. fusco-balteata, T. valdezi, T. collina, dan T. terminata. Laeviceps yang pertama kali ditemukan di India itu menghuni hutan-hutan di kawasan Asia dan meluas ke timur  sampai ke Kepulauan Solomon.  Tak heran jika laeviceps itu pula yang diternak di Lawang, Gunungkidul )Yogyakarta), dan  Pandeglang (Banten) sebagai penghasil madu.  Sementara di Luwu Utara (Sulawesi Selatan),  berdasarkan spesimen yang dikirim Soesilowati ke LIPI teridentifikasi  T. moori, T. incisa, T. diescheri, dan T. nitidiventris.

Greg membenarkan laeviceps ada di mana-mana.  Musababnya, lanceng berukuran terkecil setelah T. melina itu paling adaptif.  Di kebun Greg, laeviceps yang menghuni pipa PVC pada tanggul air mampu bertahan pada suhu 42oC. Sedangkan 4 spesies koleksi lainnya, banyak yang mati dan kabur karena suhu terlalu panas.  ‘Laeviceps juga premannya lanceng, sehingga lebih kuat ketika terjadi pertarungan,’ kata Greg Hambali.  Mafhum, mesti tak punya sengat, perkelahian lanceng berakhir dengan kematian  karena saling gigit hingga kepalanya putus.

[B]Pencuri[/B]

Selain ukuran tubuh, sosok, perilaku, dan bentuk sarang membedakan satu-sama lain spesies trigona. Trigona apicalis, misalnya,  ukuran tubuhnya besar, 8 mm, tapi mempunyai ciri khas yang sangat gampang dikenali: kedua ujung sayap putih.  Berbeda dengan itama yang lebih kecil, 5 mm, tubuhnya gelap, khususnya yang jantan.  Namun, kenyataan di lapangan warna tubuh tidak bisa menjadi patokan mutlak karena betina itama bertubuh agak kekuningan, sama seperti T. apicalis maupun T. terminata.

Polahnya bermacam-macam. Terminata misalnya dikenal sebagai lanceng pemalas. ‘Madu dan propolis yang  terkumpul berasal dari hasil curian dari sarang spesies lain,’ kata Greg.  Makanya terminata mendapat predikat lanceng ‘pencuri’.

Bentuk sarang meski secara garis besar hanya dibedakan atas 2 bentuk: gunduk dan sisir, tapi sebetulnya berbeda untuk masing-masing spesies. Sarang gunduk dipunyai T. laeviceps, sedangkan tipe sisir milik T. itama, T. apicalis, T. thorasica, T. fuscobalteata, dan T. terminata.  Sarang itu dibentuk dari campuran lilin - yang diproduksi sendiri - dan resin yang diambil dari tanaman. Resin inilah yang dikenal dengan propolis: hasil utama trigona yang kini tengah digalakkan di Luwu Utara.

Masing-masing spesies mempunyai pakan favorit yang menentukan jumlah dan jenis resin yang ada di dalam sarang.  T. itama, misalnya, menyukai tanaman (bunga dan pucuk) putrimalu Mimosa pudica yang kandungan nektar dan resinnya tidak sama dengan tanaman jeruk kesukaan T. biroi.

Ukuran tubuh ketape - nama di Luwu,  - tidak menentukan sedikit atau banyak madu atau propolis yang dihasilkan.  Itu lantaran ada spesies yang rajin bekerja, ada juga yang malas-malasan. Trigona apicalis dan laeviceps, 2 jenis yang paling produktif. ([B]Karjono/Peliput: Nesia Artdiyasa, Evy Syariefa[/B])



[#]Trigona melina endemik Kalimantan dan Malaysia[/#]
[#]Sarang tipe sisir milik Trigona itama[/#]
[#]Sarang [I]Trigona thorasica[/I] di habitat asli di Sijunjung, Sumatera Barat[/#]
[#]Dr Soesilowati, spesies trigona setiap daerah berbeda[/#]
[#]Trigona apicalis ujung sayap putih[/#]
[#]Trigona itama jantan hanya menghabiskan waktu dengan berkerumun di lubang masuk[/#]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

WEBSITE SAYA